Pada tahun 2013 nanti akan diberlakukan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Permen
yang sudah kurang lebih tiga tahun ditandatangani ini (walaupun baru
disosialisasikan) nampaknya kurang mendapat sambutan dari para guru, karena sebagian
besar guru beranggapan permen tersebut tidak berpihak kepada mereka. Mengapa
hal ini terjadi? Benarkah demikian? Karena di dalam permen yang akan
diberlakukan di awal tahun nanti mengatur tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Permen tersebut mengisyaratkan para guru dimasa mendatang
harus mampu untuk menulis, melakukan penelitian dan publikasi ilmiah. Setelah
dicermati salah satu yang mungkin dan harus dilakukan guru adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Namun banyak sekali teman-teman guru yang kurang memahami
PTK dengan baik.
Pertanyaannya adalah “Mengapa
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diperlukan bagi seorang guru?” Untuk menjawab
pertanyaan itu, kita harus mengacu pada dasar hukum yang melandasi tugas,
pokok dan fungsi seorang guru. Dengan tahu landasan hukumnya, maka semakin
jelaslah perlunya PTK bagi seorang guru.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 guru
disebut sebagai pendidik.
Dalam UU tersebut dikatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lainnya yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya
dalam BAB XI, pasal 39 disebutkan bahwa Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dari uraian di atas sudah jelas
bahwa guru adalah merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan bimbingan dan pelatihan. Di sini jelas bahwa seorang guru adalah
merupakan arsitek dalam pembelajaran sekaligus juga sebagai pelaksana termasuk
di dalamnya melakukan evaluasi. Hal ini dipertegas lagi dalam pasal 40 UU Sisdiknas
yang menyatakan bahwa pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a.
menciptakan suasasana pendidikan
yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis;
- mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan
- memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikannya.
Apabila amanat yang tertuang UU
Sisdiknas benar-benar dipahami dan dihayati oleh semua guru, selanjutnya
diimplemantasikan dalam proses pembelajaran sehari-hari, maka pembelajaran yang
aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan akan terwujud. Namun demikian untuk
dapat mengiplemntasikan apa yang diamanatkan oleh UU No. 20 tahun 2003
tersebut tidak semudah seperti yang dituliskan. Mengapa demikian? Karena
kita paham bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak sederhana dan
memerlukan waktu yang lama, karena banyak unsur yang terkait di dalamnya.
Unsur-unsur tersebut dapat dilihat dari sisi guru, siswa, sarana
prasarana, lingkungan, manajemen, kurikulum pendanaan, dan sebagainya.
Dari sekian banyak faktor yang dapat
mempengaruhi pembelajaran, maka salah satu faktor penentu yang sangat penting
adalah guru. Dengan guru yang berkualitaslah maka peningkatkan mutu pembelajaran dapat bertambah baik dan meningkat. Untuk bisa menjadi guru yang berualitas, salah satu hal yang harus
dikuasai adalah kemampuan meneliti.
Oleh karena itu, seharusnya
guru mempunyai latar belakang pendidikan yang benar, guru dapat menguasai
ilmunya, menguasai berbagai macam metode pembelajaran, guru memiliki
kemampuan membuat evaluasi pembelajaran yang benar, guru mempunyai
kepribadian sebagai seorang guru,dan menguasai berbagai macam media dan
strategi pembelajaran dengan baik. Hal ini dipertegas lagi dengan adanya
undang-undang guru dan dosen No. 14 tahun 2005. Dalam UU tersebut dikatakan
bahwa “guru adalah pendidik professional dengan tugas utama: mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Dalam UU pasal 20 ayat a. dikatakan bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban untuk merencanakan,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran.
Dari uraian di atas sebenarnya sudah jelas bahwa pendidikan adalah merupakan
sesuatu yang dinamis dan terus berkembang. Oleh karena itu gurupun harus
dinamis dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
perkembangan masyarakat yang terus berubah (termasuk di dalamnya perubahan
sosial dan budaya). Agar guru terus dapat menjaga kualitas dan mutu
pembelajaran di sekolah, maka guru harus terus mengkaji, membuat inovasi dan
melakukan perubahan-perubahan dalam peroses pembalajaran di kelas. Salah satu upaya dari
sekian banyak aternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan guru adalah
dengan melakukan
penelitian yang berkenaan dengan pembelajaran baik di dalam
maupun di luar kelas. Penelitian yang paling pas dilakukan oleh guru adalah
PTK.PTK merupakan penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran di kelas. Hal ini sebagai mana dikemukan oleh Kember (2000) yang mengatakan bahwa penelitian ini mempunyai tujuan yang mendasar yaitu digunakan untuk perbaikan/peningkatan mekanisme belajar dan mengajar. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Jujun bahwa penelitian kaji tindak memang tidak ditujukan untuk menemukan pengetahuan ilmiah yang bersifat universal, melainkan mencari pemecahan praktis terhadap permasalahan yang bersifat lokal. Sedangkan menurut Issaac (1994) yang dikutif oleh Siswoyo bahwa penelitian kaji tindak bertujuan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas atau ditempat kerja. Oleh sebab itu jika kita cermati amanat UU Sisdiknas, UU Guru dan dosen yang kemudian menghubungkannya dengan tujuan dari PTK, maka PTK sangat penting dan diperlukan oleh seorang guru.
Luasnya lingkup pengetahuan yang harus dikuasai oleh seorang guru dan berubahnya paradigma pedidikan hal ini membuat guru harus mempunyai moto ” belajar bagai mana belajar”. Luasnya cakupan pengetahuan yang harus dikuasai guru tertuang dalam PP Mendiknas RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam PP tersebut dikatakan ada empat kompetensi utama guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Kita lihat bagaimana luasnya pengetahuan guru dalam satu aspek misalnya aspek padagogik. Dalam aspek ini guru harus menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual serta menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Dalam aspek keperibadian seorang guru harus bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Di samping itu guru juga dituntut harus dapat menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
Agar dapat memberikan bimbingan, arahan dan motivasi pada anak didiknya guru juga harus dapat menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa serta menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Dilihat dari aspek sosial maka seorang guru harus dapat bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. Selain itu guru harus mampu berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Dari sudut profesional guru harus menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Di samping itu guru harus menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. Lebih jauh guru harus dapat mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif, mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
Dari tuntutan kompetensi seorang guru kalau tidak diantisipasi sedini mungkin akan menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembelajaran. Dari sisi siswa kesulitan tersebut di antaranya bagaimana menguasai konsep materi ajar yang sulit menjadi mudah, bagaimana beragam pengetahuan yang harus dipelajari diambil intisarinya dan dapat diimplementasikan dalam kehiduapan sehari-hari. Dari sisi guru bagaimana guru berupaya menyampaikan pesan tentang materi pembelajaran yang sulit sehingga menjadi lebih mudah diterima siswa. Kemudian timbul pertanyaan dari sudut paedagogik sejauh mana seorang guru menguasai startegi pembalajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan. Misalnya sejauh mana guru menguasai pendekatan pembelajaran yang kontruktivisme dan kontekstual.
Dalam pembelajaran dengan menggunakan kontekstual
saja, maka guru harus dapat menekankan pada (1) Belajar berbasis masalah
(Problem-Based Learning), (2) Belajar berbasis inquiri (Inquiry-Based Learning); (3)
Belajar
berbasis proyek/tugas terstruktur (Project-Based Learning); (4) Belajar berbasis
kerja (Work-Based
Learning); (5) Belajar kooperatif (Cooperatif
Learning). Semua pendekatan pembelajaran tersebut sudah berpihak pada
siswa sesuai dengan paradigma pembelajaran saat ini yaitu student
centre leraning. Dari berbagai pendekatan pembelajaran tersebut yang
akhirnya bermuara pada PTK. Apabila semua itu dikuasai oleh guru, maka
kusulitan belajar yang di alami oleh siswa untuk memahami dan menguasai
berbagai konsep materi pembelajaran akan dapat diatasi.
Dengan penggunaan PTK yang benar dalam pembelajaran,
maka diharapkan PAIKEM yang tujuan utama mengembangkan potensi siswa agar
dapat berkembang seoptimal mungkin akan terwujud. Oleh karenanya melalui
tulisan ini kami mengajak mari kita semua mencoba (berlatih) melaksanakan PTK
di kelas untuk meningkatkan mutu pembelajaran.