Senin, 10 Desember 2012

Guru Harus Mampu Melakukan PTK


Pada tahun 2013 nanti akan diberlakukan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Permen yang sudah kurang lebih tiga tahun ditandatangani ini (walaupun baru disosialisasikan) nampaknya kurang mendapat sambutan dari para guru, karena sebagian besar guru beranggapan permen tersebut tidak berpihak kepada mereka. Mengapa hal ini terjadi? Benarkah demikian? Karena di dalam permen yang akan diberlakukan di awal tahun nanti mengatur tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Permen tersebut mengisyaratkan para guru dimasa mendatang harus mampu untuk menulis, melakukan penelitian dan publikasi ilmiah. Setelah dicermati salah satu yang mungkin dan harus dilakukan guru adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Namun banyak sekali teman-teman guru yang kurang memahami PTK dengan baik.
Pertanyaannya adalah “Mengapa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diperlukan bagi seorang guru?” Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus mengacu pada dasar hukum yang melandasi tugas, pokok dan fungsi seorang guru. Dengan tahu landasan hukumnya, maka semakin jelaslah perlunya PTK bagi seorang guru.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 guru disebut sebagai pendidik. Dalam UU tersebut dikatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya dalam BAB XI, pasal 39 disebutkan bahwa Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dari uraian di atas sudah jelas bahwa guru adalah merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan bimbingan dan pelatihan. Di sini jelas bahwa seorang guru adalah merupakan arsitek dalam pembelajaran sekaligus juga sebagai pelaksana termasuk di dalamnya melakukan evaluasi. Hal ini dipertegas lagi dalam pasal 40 UU Sisdiknas yang menyatakan bahwa pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a.       menciptakan suasasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis;
  1. mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan
  2. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikannya.
Apabila amanat yang tertuang UU Sisdiknas benar-benar dipahami dan dihayati oleh semua guru, selanjutnya diimplemantasikan dalam proses pembelajaran sehari-hari, maka pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan akan terwujud. Namun demikian untuk dapat mengiplemntasikan apa yang diamanatkan oleh UU No. 20 tahun 2003 tersebut tidak semudah seperti yang dituliskan. Mengapa demikian? Karena kita paham bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak sederhana dan memerlukan waktu yang lama, karena banyak unsur yang terkait di dalamnya. Unsur-unsur tersebut dapat dilihat dari sisi guru, siswa, sarana prasarana, lingkungan, manajemen, kurikulum pendanaan, dan sebagainya.
Dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran, maka salah satu faktor penentu yang sangat penting adalah guru. Dengan guru yang berkualitaslah maka peningkatkan mutu pembelajaran dapat bertambah baik dan meningkat. Untuk bisa menjadi guru yang berualitas, salah satu hal yang harus dikuasai adalah kemampuan meneliti.
Oleh karena itu, seharusnya guru mempunyai latar belakang pendidikan yang benar, guru dapat menguasai ilmunya, menguasai berbagai macam metode pembelajaran, guru memiliki kemampuan membuat evaluasi pembelajaran yang benar, guru mempunyai kepribadian sebagai seorang guru,dan menguasai berbagai macam media dan strategi pembelajaran dengan baik. Hal ini dipertegas lagi dengan adanya undang-undang guru dan dosen No. 14 tahun 2005. Dalam UU tersebut dikatakan bahwa “guru adalah pendidik professional dengan tugas utama: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam UU pasal 20 ayat a. dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban untuk merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Dari uraian di atas sebenarnya sudah jelas bahwa pendidikan adalah merupakan sesuatu yang dinamis dan terus berkembang. Oleh karena itu gurupun harus dinamis dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan perkembangan masyarakat yang terus berubah (termasuk di dalamnya perubahan sosial dan budaya). Agar guru terus dapat menjaga kualitas dan mutu pembelajaran di sekolah, maka guru harus terus mengkaji, membuat inovasi dan melakukan perubahan-perubahan dalam peroses pembalajaran di kelas. Salah satu upaya dari sekian banyak aternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan guru adalah dengan melakukan penelitian yang berkenaan dengan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Penelitian yang paling pas dilakukan oleh guru adalah PTK.
PTK merupakan penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran di kelas.  Hal ini sebagai mana dikemukan oleh Kember (2000) yang mengatakan bahwa penelitian ini mempunyai tujuan yang mendasar yaitu digunakan untuk perbaikan/peningkatan mekanisme belajar dan mengajar. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Jujun bahwa penelitian kaji tindak memang tidak ditujukan untuk menemukan pengetahuan ilmiah yang bersifat universal, melainkan mencari pemecahan praktis terhadap permasalahan yang bersifat lokal. Sedangkan menurut Issaac (1994) yang dikutif oleh Siswoyo bahwa penelitian kaji tindak bertujuan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas atau ditempat kerja. Oleh sebab itu jika kita cermati amanat UU Sisdiknas, UU Guru dan dosen yang kemudian menghubungkannya dengan tujuan dari PTK, maka PTK sangat penting dan diperlukan oleh seorang guru.
Luasnya lingkup pengetahuan yang harus dikuasai oleh seorang guru dan berubahnya paradigma pedidikan hal ini membuat guru harus mempunyai moto ” belajar bagai mana belajar”. Luasnya cakupan pengetahuan yang harus dikuasai guru tertuang dalam PP Mendiknas RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam PP tersebut dikatakan ada empat kompetensi utama guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Kita lihat bagaimana luasnya pengetahuan guru dalam satu aspek misalnya aspek padagogik. Dalam aspek ini guru harus menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual serta menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Dalam aspek keperibadian seorang guru harus bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Di samping itu guru juga dituntut harus dapat menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
Agar dapat memberikan bimbingan, arahan dan motivasi pada anak didiknya guru juga harus dapat menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa serta menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Dilihat dari aspek sosial maka seorang guru harus dapat bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. Selain itu guru harus mampu berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Dari sudut profesional guru harus menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Di samping itu guru harus menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. Lebih jauh guru harus dapat mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif, mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
Dari tuntutan kompetensi seorang guru kalau tidak diantisipasi sedini mungkin akan menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembelajaran. Dari sisi siswa kesulitan tersebut di antaranya bagaimana menguasai konsep materi ajar yang sulit menjadi mudah, bagaimana beragam pengetahuan yang harus dipelajari diambil intisarinya dan dapat diimplementasikan dalam kehiduapan sehari-hari. Dari sisi guru bagaimana guru berupaya menyampaikan pesan tentang materi pembelajaran yang sulit sehingga menjadi lebih mudah diterima siswa. Kemudian timbul pertanyaan dari sudut paedagogik sejauh mana seorang guru menguasai startegi pembalajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan. Misalnya sejauh mana guru menguasai pendekatan pembelajaran yang kontruktivisme dan kontekstual.
Dalam pembelajaran dengan menggunakan kontekstual saja, maka guru harus dapat menekankan pada (1) Belajar berbasis masalah (Problem-Based Learning), (2) Belajar berbasis inquiri (Inquiry-Based Learning); (3) Belajar berbasis proyek/tugas terstruktur (Project-Based Learning); (4) Belajar berbasis kerja (Work-Based Learning); (5) Belajar kooperatif (Cooperatif Learning). Semua pendekatan pembelajaran tersebut sudah berpihak pada siswa sesuai dengan paradigma pembelajaran saat ini yaitu student centre leraning. Dari berbagai pendekatan pembelajaran tersebut yang akhirnya bermuara pada PTK. Apabila semua itu dikuasai oleh guru, maka kusulitan belajar yang di alami oleh siswa untuk memahami dan menguasai berbagai konsep materi pembelajaran akan dapat diatasi.
Dengan penggunaan PTK yang benar dalam pembelajaran, maka diharapkan PAIKEM yang tujuan utama mengembangkan potensi siswa agar dapat berkembang seoptimal mungkin akan terwujud. Oleh karenanya melalui tulisan ini kami mengajak mari kita semua mencoba (berlatih) melaksanakan PTK di kelas untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Selasa, 04 Desember 2012

Penyakit yang Harus Diwaspadai Oleh Guru


Semakin bertambah umur kita penyakit-penyakit mulai juga menjangkiti, termasuk juga guru. Berikut ini akan diuraikan berbagai penyakit kronis yang mungkin menghinggapi para guru. Tapi Anda jangan terperanjat dulu mendengar berbagai penyakit berbahaya tersebut, karena mungkin penyakit tersebut tidak terdapat pada diri Anda, kalau pun Anda merasa ada gejala mulai terjangkiti segeralah untuk berobat ke klinik spesialis yang bernama “Guru Profesional” Setidaknya ada beberapa penyakit yang apabila diderita akan mengurangi profesionalisme guru. Oleh sebab itu semua guru untuk mewaspadai jenis penyakit ini, yang apabila sudah menyerang guru akan menghalanginya menjadi guru yang profesional.
 
Untuk menjadi guru yang profesional itu membutuhkan kemauan, kemampuan dan keterampilan yang tinggi dan mau mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk. Inilah penyakit-penyakit yang harus diwaspadai guru yang telah ditemukan oleh “dokter spesialis penyakit guru”, walaupun ini merupakan sebuah anekdot.

1. Tipes = tidak punya selera
Gejala dari penyakit ini adalah tidak bergairah, lesu, dan selalu monoton dalam memberikan pelajaran, sehingga anak-anak menjadi bosan dan malas untuk mengikuti pelajaran. Guru yang terjangkiti penyakit ini sangat berbahaya karena dapat menular kepada anak didiknya.

2. Mual = mutu amat lemah
Kualitas guru yang kurang sehingga berpengaruh pada hasil kegiatan belajar mengajar, penyakit ini biasanya diderita oleh guru yang tidak mau memberdayakan diri untuk meningkatkan kompetensi, walau pun sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi untuk peningkatan mutu.

3. Kudis = kurang disiplin
Gejala penyakit ini biasanya terlihat dari datang yang terlambat, selalu mencari-cari alasan, dan sebagainya. Para guru yang terjangkit penyakit ini dapat menyebabkan murid-murid juga akan meniru kebiasaan negatif tersebut. Alangkah berbahayanya.

4. TBC = tidak bisa computer
Kemajuan teknologi komputer yang bisa dimanfaatkan untuk penunjang kegiatan pembelajaran atau administrasi malah guru lebih memilih cara lama. Karena alasan tidak bisa komputer dan malas belajar. Guru yang terpaut dengan kebiasaan dan cara-cara lama ini biasanya akan tergilas oleh kemajuan zaman atau gagap teknologi, dan berkemungkinan akan menjadi bahan cibiran bagi anak didik mereka yang lebih menguasai teknologi.

5. Kram = kurang terampil
Gejala penyakit ini biasanya terlihat pada kebiasaan membiarkan media sebagai barang simpanan. Walaupun ada media pembelajaran di sekolah tapi tidak dipakai, malah dibiarkan saja sampai rusak karena waktu (ditelan zaman) bukan rusak karena dipakai ketika belajar mengajar. Alangkah mubazirnya guru yang demikian karena tidak sedikit anggaran negara yang dikucurkan untuk pengadaan media pengajaran.

6. Asam urat = asal sampaikan materi kurang akurat
Ciri-ciri penyakit ini akan terlihat dalam proses pembelajaran. "Anak-anak dibuka halaman 15, dibaca sampai halaman 18, lalu halaman 19 dikerjakan ya!". Mungkin kurang lebih seperti itulah. Alamaaaaak….. kalau begitu anak TK pun bisa jadi guru.

7. Lesu = lemah sumber
Tanda-tandanya adalah guru hanya memiliki sedikit buku penunjang. Apalagi kalau hanya menggunakan LKS yang sebenarnya bukan LKS yaitu rangkuman materi dan kumpulan soal.

8. Diare = di kelas anak-anak remehkan
Bisa jadi karena sering tak masuk, sering terlambat, tidak berwibawa, atau tidak disukai karena hanya ceramah di depan kelas. Guru yang menderita penyakit ini harus dioperasi ke klinik “Guru Profesional”,  jika tidak akan menjadi bulan-bulanan siswa di kelas, kiamaaaat deh.

Demikianlah berbagai penyakit yang mungkin diderita oleh para guru, dan mungkin banyak lagi penyakit lain yang belum terdeteksi oleh berbagai “dokter spesialis penyakit guru” Jika Bapak/Ibu guru pernah mendengarkan anekdot-anekdot seperti di atas. Bisa juga menambahkan penyakit yang harus diwaspadai guru. Atau mau berbagi tips penyembuhannya, tulis saja di kotak komentar!